"HAKIM CALO" DAN "CALO HAKIM"
"HAKIM CALO" DAN "CALO HAKIM"
“Detik Bali” pada Sabtu 23 November 2024; 15:23 WIB menurunkan artikel di bawah judul “Jadi Calo CPNS-PPPK, Pegawai Kontrak Pemkab Gianyar Ditahan Polisi”. Artikel itu ditulis Sui Suadnyana, Putu Krista. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), “calo” adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah; perantara; makelar.
Phrase “Calo CPNS-PPPK” terasa berkonotasi adanya sesuatu hal negatif dan ternyata yang bersangkutan ditahan oleh Polisi. Seorang korban dari Calo CPNS-PPPK di daerah Pemkab Gianyar itu sudah menyerahkan dana Rp 129,2 juta dengan dukungan bukti kuitansi.[1] Pelaku memang bukan seorang hakim. Tapi ternyata ada juga seorang Hakim berinisial “Ir” ( seorang perempuan ) dari lingkungan Peradilan Agama berbuat serupa dan berhasil “…menipu sejumlah korbannya hingga ratusan juta rupiah dan akan menghadapi proses lanjutan di Komisi Yudisial.[2]
Berita tentang Hakim dengan initial “Ir” di atas menjadi catatan buruk bagi dunia peradilan meskipun perbuatannya bukan langsung menyangkut urusan perkara di lembaga tempatnya berdinas. Alangkah akan sangat-sangat memperburuk citra peradilan jika ada hakim “bergelut sebagai calo” di bidang kewenangannya sebagai Hakim. Tanpa ia sadari seakan dirinya rela dilekati sebutan “Hakim Calo” oleh masyarakat. Oknum seperti ini menjadi calo dari pihak berperkara, menjadi perantara dan memberikan “jasa” menguruskan perkara berdasarkan rupiah atau dolar. Faktanya, pokok laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran KEPPH ke Komisi Yudisial RI tidak jarang adalah tentang amar putusan, bahkan termasuk pertimbangan Hakim, karena Pelapor menduga Hakim telah berpihak.
Selain “Hakim Calo” ada juga “Calo Hakim”. Tentu saja “Calo Hakim” bukan seorang Hakim, namun ia bukan orang sembarangan karena ia ( merasa ) memiliki kedekatan hubungan dengan Hakim, terutama dengan “Hakim Calo”. Sosok “Calo Hakim” bisa dimanfaatkan dan atau memanfaatkan oknum Hakim untuk keuntungan dirinya dan kepentingan tertentu dari seseorang atau kelompok. Tidak mustahil “Calo Hakim” itu bukan hanya dimanfaatkan tapi justeru “dilahirkan” sebagai calo oleh seorang “Hakim Calo”.
Perilaku “Hakim Calo” maupun “Calo Hakim” dapat berdampak pupusnya kemuliaan Hakim dan Pengadilan. Keberadaan mereka sangat mengancam tegaknya keadilan karena oknum itu tega merekayasa arah penyelesaian perkara demi keuntungan dirinya dengan memanfaatkan kewenangan Hakim sebagai Pejabat Negara. Sebenarnya dengan dilekatkannya sebutan “pejabat negara” pada diri Hakim oleh Pasal 31 ayat ( 1 ) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman maka penyandang jabatan itu sendiri seyogyanya harus mampu memancarkan perilaku terhormat sebagai pejabat negara dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Untuk itu, jiwa Pasal 5 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman menghendaki agar : Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, dan profesional di bidang hukum.
Mahkamah Agung RI menaruh perhatian besar atas pembinaan para Hakim, karena integritas dan kualitas putusan Hakim sangat menentukan bagi terselengaranya keadilan dan kepastian hukum. Mahkamah Agung RI sudah melakukan banyak pembenahan, termasuk menjalankan pembinaan kepada hakim serta aparat peradilan. Mereka yang bersalah telah ditindak, dinon-palukan, bahkan diberhentikan tidak dengan hormat. Sosok Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H sewaktu masih menjabat sebagai Wakil Ketua MARI pernah berucap “Hakim yang tidak bisa dibina akan dibinasakan” (Kompas, 30/8/2018). Sekarang Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H sudah menjadi Ketua MA RI, telah mengucapkan sumpah sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia di hadapan Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI (purn) H. Prabowo Subianto pada hari Selasa, 22 Oktober 2024 pukul 10.00 WIB, di Istana Negara, kita perlu merenung apakah dalam kehidupan di Indonesia tercinta saat ini memang ( masih ) ada yang patut digelari atau disebut “Hakim Calo” dan “Calo Hakim”. Dua phrase itu tidak ( belum ) ditemukan batasannya dalam KBBI. Meskipun begitu, dalam hidup keseharian di Indonesia rasanya sering kita jumpai. Fenomena ini sangat berdampak negatif terhadap pencapaian cita-cita yang dahulu digaungkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum.
Seorang Hakim bukan hanya dituntut memiliki integritas moral yang baik namun juga perlu menguasai pengetahuan yang berkait erat dengan bagaimana melakukan peran menyelenggarakan peradilan, baik ketentuan hukum fomal maupun hukum material. Penyelenggaraan peradilan adalah bertujuan untuk menegakkan hukum dan menegakkan keadilan. Para Hakim dan aparat Peradilan dapat melakukan peran yang terbaik dengan tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan bangsa dan Negara Indonesia tercinta. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang sebenarnya untuk zaman sekarang ini aktual menjadi arahan bagi umatnya.
أَضْمَنُوْا لِى سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنُ لَكُمُ الْجَنَّةَ: أَصْدِقُوْاإِذَاحَدَثْتُمْ وَأَوْفُوْا إِذَاوَعَدْتُمْ وَأَدُّوْاإِذَاائْتَمَنْتُمْ وَاحْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَغُضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَكُفُّوْاأَيْدِيَكُمْ.
Jagalah 6 (enam) karakter diri saudara semua bagiku; Maka (jika Saudara mampu berlaku demikian) aku berikan jaminan untuk saudara-saudara dengan Surga. Yakni: benar dalam perkataan, tepati janji, tunaikan amanah kepercayaan, jaga farji kemaluan, tundukkan pandangan dan tahankan tangan[3].
Tuhan pun berfirman :
إِنَّ اللهَ يَامُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّواالْأَمَانَاتِ إِلىا أَهْلِهَا وَإِذَاحَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْابِالْعَدْلِ
(Sungguh) Allah benar-benar menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) dalam menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil). [A.Q.S.4 An-Nisa 58]
Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas Hoekoem ( rechsstaat )”. Jadi tidak boleh terjadi pemegang kekuasaan melanggar hukum atau dengan semena-mena menjalankan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya dengan melanggar hukum atau bertentangan dengan hukum.
H. Sarman Mulyana, S.H., M.H
Jakarta, 12 Desember 2024
[1] Sui Suadnyana, Putu Krista, Detik Bali, Sabtu 23 November 2024 15:23; “Jadi Calo CPNS-PPPK, Pegawai Kontrak Pemkab Gianyar Ditahan Polisi”.
[2] Perseverando Elkelvin Wuran, Floresa.co, 3 Desemer 2024 “Hakim di Pengadilan Tinggi Agama Kupang yang Jadi Calo Tes PNS Tidak Jalani Sanksi Berat dari Mahkamah Agung, Kasusnya Bakal Dibawa ke Komisi Yudisial”
[3] ( Pen: terjemah bebas dari kitab Tanbihul Ghofilin, Syeh Nashr ibnu Muhammad ibnu Ibrohim As-Samarqondi RA, Maktabah wa matba’ah Sulaiman Mar’i, Singapura; hal. 56 )